Assalamu’alaikum Brisbane, a Lovely City
#Latepost #Part 1
Terkadang perasaan ragu berbisik,
ketika harapan yang rasanya terlalu melambung tinggi tanpa modal yang memadai,
meski doa terus dilantunkan, perasaan tergesa dan pesimisme berpadu, tak
kunjung terwujud lalu akhirnya sorak takdir yang lain mulai meredupkan mimpi,
terasa iman akan adanya sang Maha kuasa atas segala sesuatu mulai
dipertanyakan. Lalu ketika mimpi itu terwujud dengan seketika melalui jalur
yang tak terduga, perasaan malu terhadapNya sungguh besar, dan tentu syukur
seolah tak terbendung.
Yah, pada akhirnya keyakinan
harus tertancap kuat, bahwasanya Dia pasti akan mewujudkan doa, meski melalui
lorong waktu yang panjang, atau pada dimensi waktu dan tempat yang berbeda, percayalah datang pada momentum yang tepat, Dia akan mewujudkannya.
Pasti. So…. Doa-doa yang belum sempat terwujud, tetap lantunkanlah, seraya
ikhtiar yang sungguh-sungguh, sampai kemudian pengabulan doa itu muncul dengan
sangat manis J.
Sedikit kuceritakan satu cita dari
100 mimpi yang pernah kutulis dalam selembar kertas putih, bisa dibilang the
top 10 dreams, yang akhirnya ku ceklis
dengan penuh rasa syukur. Go overseas!
Awalnya pengen banget kuliah di
Luar Negeri, Eropa, Australia, tapi ketika denger cerita senior-senior yang
bisa dengan bangga melangkahkan kaki di luar benua itu… mmm perjuangannya gak
gampang! Planning yang dibuat harus benar-benar matang sejak lama, sedangkan
aku yang menghabiskan bangku sarjana tidak hanya untuk kuliah saja (sebut saja
semi aktivis), tak sempat mempersiapkan ketika musim tawaran beasiswa
bertebaran di depan mata. Akhirnya hati yang lapang yang harus ku sajikan,
bersabar menunggu momentum selanjutnya. Singkat cerita, jalur kereta mulai
berbelok, daripada nganggur nunggu kuliah, mendingan cari pengalaman kerja dulu
lah… lalu Allah yang Maha Baik menuliskan garis takdir untukku tetap stay di
kampus tercinta, menyelesaikan amanah sebagai Da’i yang belum tuntas sembari menyambut tawaran project dari Bapak
Dosen yang baru pulang meraih gelar Ph.D. Nggak bisa keluar negeri, setidaknya
bisa jadi analis level awal bersama akademisi yang pernah studi di luar negeri,
sudah cukup membahagiakan lah…
Cita-cita ku biasa saja, hanya
ingin menjadi seorang akademisi. Sebagai bentuk syukur atas potensi akal yang
Allah berikan, menggali banyak misteri kuasaNya melalui ‘chemistry’. So with
pleasure, I enjoy ‘ngelab’ di kampus
yang sudah banyak ditinggalkan oleh teman seangkatanku.
Singkat cerita, anggap saja
karena fasilitas lab yang belum cukup memadai untuk mensukseskan proyek penelitian
ini, maka harus ku jalani melakukan banyak perjalanan ke barat dan ke timur (semarang
:D ) untuk mencari bahan dan alat. Allah maha melihat, aku mencoba mensyukuri
segalanya, dan Dia selalu melipatgandakan segala nikmat. Ya! 16 April 2015 doa itu
terjawab melalui pernyataan “Linda, Karena fasilitas lab kita terbatas, sepertinya
kamu lebih baik lanjutkan penelitian di lab saya dulu, UQ, Australia”. o-O! Apa
yang harus ku jawab?? Of Course! Itu bukan pertanyaan.
Setiap langkah pasti ada
ujian, ku nikmati juga susahnya membuat Visa perjalanan, begitupula susahnya meminta
ijin dari sang bunda, karena saat itu rasa khawatirnya melebihi kepercayaannya
padaku. Sempat mendelay bahkan menghanguskan tiket keberangkatan, karena
konfirmasi visa datang tepat pada hari kami memesan tiket pesawat. ‘Ala kuli
hal, atas ijinNya, 28 Juli aku melangkahkan kaki menaiki tangga-tangga citaku,
terbang dalam dunia yang aku mimpikan, dan menapakkan kaki pada manisnya
kenyataan. 29 Juli 2015, Touch down Goald Cost Airport! Melangkahkan kaki satu
demi satu, sendiri dalam kumpulan makhluk-makhluk jangkung yang berjalan lebih cepat dari orang Indonesia. Walau
bekal skill sebenarnya masih belum siap, ku kuatkan ikat ransel dan tetap
tersenyum, lalu berbisik kecil pada indahnya kota pagi itu, Assalamu’alaikum
Brisbane! J